Di antara kita pasti pernah didatangi seorang pengemis yang tubuhnya masih sehat dan sempurna, namun memilih jalan pintas untuk mendapatkan uang dengan meminta-minta.
Kita mungkin heran atau sedikit kesal meskipun bisa saja masih mau memberikan uang sekadarnya. Intinya, kita tidak suka peminta-minta yang tidak tahu diri.
Disadari atau tidak, kita pun telah seringkali menjadi peminta-minta yang tidak tahu diri. Setelah melakukan ibadah, kita umumnya berdoa meminta dilimpahkan rezeki atau memohon kesehatan. Seolah kita meminta imbalan atau upah setelah sembahyang dengan meminta rezeki dan kesehatan.
Sesungguhnya ini sangat memalukan, Tuhan tidak akan berkurang sedikit pun kekuasaan-Nya ketika kita tidak menyembahnya. Pun tidak bertambah sedikit kekuatan-Nya karena kita menyembahnya.
Ibadah yang kita lakukan adalah sujud syukur atas semua anugerah yang telah dilimpahkan kepada kita, tanda berserah diri kepada Sang Khalik. Jadi, logikanya kita tidak berhak lagi untuk meminta yang lain-lain.
Cuplikan kisah Nabi Ayyub A.S. berikut mungkin bisa memberikan inspirasi. Suatu ketika Nabi Ayyub yang sebelumnya menikmati kehidupan sejahtera, mendapat cobaan berat secara beruntun mulai dari seluruh ternaknya yang mati, seluruh ladangnya rusak dan kekeringan, anak-anaknya meninggal karena tertimpa reruntuhan bangunan akibat gempa bumi, sampai dengan Nabi Ayyub menderita sakit yang misterius.
Ketika istrinya meminta Nabi Ayyub memohon kepada Tuhan untuk kesembuhannya dan agar dibebaskan dari penderitaan, maka Ayyub balik bertanya pada istrinya, “Berapa lama kita menikmati masa hidup mewah, makmur dan sejahtera?”
Istrinya menjawab “80 tahun….”
Bertanya lagi Nabi Ayyub, “Berapa lama kita hidup dalam penderitaan ini?”
“Tujuh tahun.” jawab istrinya.
Maka, Nabi Ayyub A.S. berkata, “Aku malu memohon kesembuhan kepada Allah, karena masa penderitaan kita belumlah seberapa dibanding masa kejayaan yang telah dikaruniakan Allah kepada kita.”
Selanjutnya Ayyub memohon ampunan dan lindungan Allah dari godaan setan. Sebuah sikap dan tauladan yang luar biasa yang seharusnya mengajarkan kita makna keimanan, kesabaran, dan doa. Barangkali kita tak kan mampu menyamai atau bahkan mendekati saja tingkat keimanan dan kesabaran Nabi Ayyub A.S. Namun, dari kisah ini sesungguhnya bisa ditarik pelajaran untuk jangan terlalu mudah meminta dan untuk lebih tahu diri.
Sungguh keterlaluan rasanya jika kita yang sudah diberkati kesehatan, ilmu pengetahuan, kecukupan materi, masih selalu memohon minta rejeki di sela-sela Ibadah kita. Apalagi sampai berdoa meminta promosi atau meminta nilai terbaik dari hasil evaluasi kinerja kita tahun lalu. Bagaimana kalau kita mulai mengubah doa-doa konvensional kita dengan doa-doa yang inovatif, positif, dan lebih tahu diri? Mudah-mudahan doa kita akan lebih sering dikabulkan.
Jangan lagi berdoa meminta rezeki atau agar dagangan kita laris, tetapi berdoalah meminta agar Tuhan membukakan mata dan pintu hati kita untuk bisa lebih banyak membantu orang miskin dan kelaparan. Janganlah berdoa minta dipromosikan atau mendapat posisi strategis, tetapi berdoalah meminta agar semua korban lumpur porong segera mendapat ganti rugi untuk bisa membangun rumah di tempat lain. Berdoalah memohon agar bencana tidak lagi mendera rakyat yang sudah kesulitan hidup, atau berdoa agar para koruptor dibukakan pintu hatinya untuk setidaknya berhenti mencuri uang rakyat.
Gantilah doa untuk dijauhkan dari segala macam penyakit dengan doa agar orang tua, saudara atau rekan kita yang sedang sakit segera diberikan kesembuhan. Jangan berdoa untuk diringankan cobaan yang sedang menimpa kita tetapi berdoalah untuk selalu mendapat perlindungan dan ampunan Tuhan atas segala dosa dan khilaf kita. Selamat berdoa.
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar